GLOBALMEDAN.COM, MEDAN– Menjaga kesehatan reproduksi merupakan hal yang penting terutama bagi para remaja, bukan hanya bagi remaja wanita tapi juga pria.
“Remaja adalah asset masa depan bangsa dan peradaban manusia. Karena itu para remaja harus mengetahui dan mengerti merawat dan menjaga kesehatan reproduksi serta menghindari pergaulan yang salah,” kata Lely Zailani Ketua Dewan Pengurus Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) Lely Zailani.
Pada diskusi publik yang digelar Aliansi Sumut Bersatu (ASB) Sabtu (10/12/ 2022 di Hotel Grand Antares Jalan SM Raja Medan, Lely menyebutkan, ada tiga pilar yang harus ditegakkan untuk melindungi anak dari kekerasan seksual atau reproduksi, yakni perlunya peran individu dan keluarga, peran masyarakat dan peran negara
Berdasarkan data Kementerian PPPA sepanjang 2021 kekerasan terhadap anak sebanyak 11.952 kasus. Dari jumlah tersebut sebanyak 7.004 kasus (58,6 %) akibat kekerasan seksual.
Dalam menyikapi hal itu, katanya Negara wajib melindungi dan memenuhi hak-hak anak dengan membuat regulasi dan menjalankannya membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Lely memaparkan hasil penelitian ASB – Rutgers Indonesia pada Desember 2021 ditemukan adanya ketidakpahaman tentang kesehatan seksual dan reproduksi remaja. Demikian juga masalah kesehatan seksual dan reproduksi minim edukasi
Minimnya pengetahuan tentang perlunya menjaga reproduksi itu berdampak serius akibat terjadinya pernikahan usia dini, kehamilan yang tidak diinginkan, anak perempuan dieksploitasi, dan banyak masalah sosial lainnya yang dihadapi anak remaja
Karena itu diperlukan peran Pemerintah Kabupan Langkat memfasilitas pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dengan menyediakan layanan kesehatan seksual dan reproduksi anak/remaja sebagai upaya pemenuhan HKSR.
Diskusi publik tersebut digelar ASB dalam rangkaian memperingati Hari Asasi Manusia (HAM) sedunia pada 10 Desember 2022.
Dalam diskusi publik bersama pemerintah itu melibatkan desa/ kelurahan, kabupaten) tokoh agama, tokoh masyarakat, orang tua remaja, CSO dan anak remaja di Kabupaten Langkat dengan thema“Gerak Bersama Mewujudkan Langkat Yang Setara dan Semartabat.”
Direktur ASB Ferry Wira Padang mengatakan, ASB adalah organisasi masyarakat sipil, yang sejak 2006 fokus terhadap isu keberagaman dan perempuan korban kekerasan dengan melibatkan kelompok muda lintas agama, mahasiswa, NGO, jurnalis dan kelompok marjinal.
Diskusi ini bertujuan sebagai wadah untuk bertukar pendapat terkait layanan hak kesehatan reproduksi bagi anak remaja dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan
Selain itu bertujuan mendorong keterlibatan masyarakat sipil, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk gerak bersama memotivasi dan mewujudkan Pemerintah Kabupaten Langkat yang Setara dan Semartabat.
Disebutkannya, dampak minimnya pengetahuan remaja di Langkat bagaimana menjaga alat reproduksi dan merawatnya, mendapat sorotan dari ASB.
Kondisi tersebut tentunya menjadi hal penting untuk diperhatikan dan menjadi komitmen khususnya OPD terkait. Menurutnya hal ini penting dilakukan karena remaja sebagai aset masa depan peradaban manusia ditunjukkan dengan adanya beberapa indikator yang ditetapkan dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB-SDGs) yang berkait langsung dengan remaja dan orang muda.
Salah satu indikator SDGs yang terkait langsung dengan remaja adalah tujuan 5 kesetaraan gender yang mencakup isu khitan perempuan, akses keluarga berencana serta komunikasi, informasi, edukasi kesehatan reproduksi untuk remaja.
Untuk itu pemerintah bertanggung jawab untuk memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan. Hal ini perlu dilakukan karena kesehatan bukanlah tanggungjawab pemerintah saja, namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta.
Tampil juga sebagai nara sumber pada diskusi publik ini Ketua Komisi B DPRD Langkat, Sandrak Herman Manurung S.Sos dan mewakili Dinas Kesehatan Langkat dr Azhar Zulkifl MH(Kes).
Ketua Komisi B DPRD Langkat, Sandrak Herman Manurung dalam paparannya menyebutkan, era digitalisasi anak bebas mengakses informasi yang belum layak di konsumsi. Selain itu belum terwujudnya di seluruh desa di Langkat menjadi desa layak anak.
Karena itu katanya perlu dilakukan koordinasi terbangunnya komitmen bersama antara pemerintah daerah dengan pemerintah desa dalam upaya meningkatkan status kabupaten layak anak dari pratama menjadi madya dan utama. (swisma)