MEDAN – Terbukti melakukan praktik monopoli dan menyalahgunakan posisi dominan untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Perkara No. 03/KPPU-I/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penerapan Google Play Billing System, (KPPU) menjatuhi Google LLC denda Rp Rp 202,5 M.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama pada Sekretariat Jenderal KPPU, Deswin Nur, dalam siaran persnya, Rabu (22/1/2025) menyebutkan Majelis Komisi menjatuhkan denda Rp202,5 miliar dan memerintahkan Google LLC menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google Play Store.
Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC untuk mengumumkan pemberian kesempatan kepada seluruh developer aplikasi untuk mengikuti program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa pengurangan service fee sebesar minimal 5% selama kurun waktu 1 tahun sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Putusan ini lanjutnya, dibacakan Majelis Komisi yang diketuai Hilman Pujana dengan anggota majelis, Mohammad Reza dan Eugenia Mardanugraha pada 21 Januari 2025.
Sebagai informasi, perkara ini merupakan inisiatif KPPU atas dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999, Pasal 17, yang menyebutkan pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Kemudian ayat (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Apabila barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Kemudian dalam pasal Pasal 19 yang menyebutkan, pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa.
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu.
Serta pasal 25 ayat (1), yang menyebutkan pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau membatasi pasar dan pengembangan teknologi.
Google LLC mewajibkan developer aplikasi yang mendistribusikan aplikasinya melalui Google Play Store untuk menerapkan Google Play Billing System (GPB System) dan menjatuhkan sanksi apabila developer aplikasi tidak patuh berupa penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store.
Google LLC sebutnya, menerapkan biaya layanan (service fee) dalam penerapan GPB System tersebut sebesar 15%-30%.
Majelis Komisi melakukan pemeriksaan pendahuluan atas perkara ini sejak 28 Juni 2024 dan berakhir pada tahap pemeriksaan lanjutan pada 3 Desember 2024.
Dalam putusannya, Majelis Komisi melalui analisis pasar multi-sisi menjelaskan Google Play Store merupakan platform digital yang menghubungkan antara developer
aplikasi dan pengguna aplikasi dengan menyediakan fitur GPB System sebagai sistem
penagihan dalam transaksi pembayaran untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchase).
Adapun pasar bersangkutan dalam perkara ini adalah jasa distribusi aplikasi dan layanan digital melalui platform digital yang dapat dilakukan prainstalasi pada seluruh perangkat seluler pintar dengan sistem operasi seluler berbasis Android
di wilayah Indonesia pada periode dugaan pelanggaran sejak 1 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024.
Berdasarkan fakta persidangan serta analisis struktur pasar, Majelis Komisi
menilai bahwa Google Play Store merupakan satu-satunya toko aplikasi yang dapat dilakukan pra-instalasi pada seluruh perangkat seluler pintar yang berbasis Android dengan menguasai lebih dari 50% pangsa pasar.
Atas perilaku Google yang mewajibkan penggunaan GPB System untuk setiap pembelian produk dan layanan digital yang didistribusikan di Google Play Store
“Selain itu tidak mengizinkan penggunaan alternatif pembayaran lain dalam GPB System, menimbulkan berbagai dampak bagi para penggunanya,” ujarnya.
Dalam persidangan lanjutnya, mengemuka berbagai dampak yang dirasakan oleh pengguna aplikasi atas penerapan kebijakan GPB System yang menyebabkan keterbatasan pilihan metode pembayaran yang tersedia.
Pembatasan metode pembayaran tersebut berimbas pada berkurangnya jumlah pengguna aplikasi, penurunan
transaksi yang berkorelasi dengan penurunan pendapatan, serta kenaikan harga aplikasi hingga 30% akibat peningkatan biaya layanan.
Kebijakan lain yang diterapkan Google LLC yaitu penjatuhan sanksi berupa penghapusan aplikasi dari Google Play Store dan tidak mengizinkan pembaruan pada aplikasi jika pengguna aplikasi tidak tunduk dan tidak mematuhi kewajiban tersebut.
Akibatnya beberapa aplikasi hilang dari Google Play Store karena developer aplikasi tidak mengikuti kebijakan GPB System.
Tak hanya itu, developer aplikasi juga menghadapi tantangan dalam menyesuaikan antarmuka pengguna (user interface) dan pengalaman pengguna (user experience), yang menambah kompleksitas dalam mempertahankan daya saing aplikasi mereka di pasar.
Berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan, Majelis Komisi menyimpulkan Google LLC terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 dan
Pasal 25 huruf b UU No. 5 Tahun 1999.
Namun tidak cukup bukti untuk dugaan pelanggaranPasal 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a.
Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi memutuskan memerintahkan Google LLC membayar denda sebesar Rp202,5 miliar yang harus disetorkan ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha.
Selain itu, Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google Play Store.
Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC untuk mengumumkan pemberian kesempatan kepada seluruh developer aplikasi untuk mengikuti program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa pengurangan service fee sebesar minimal 5% selama kurun waktu 1 tahun, sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Pembayaran denda tersebut, wajib dibayarkan maksimal 30 hari sejak
putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Jika Google LLC terlambat membayar denda, maka sesuai dengan ketentuan peraturan tentang pendapatan negara bukan pajak, Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC untuk membayar denda keterlambatan sebesar 2% perbulan dari nilai denda.
Bila mengajukan keberatan terhadap Putusan KPPU, maka sesuai Pasal 12 ayat (2) PP No. 44 Tahun 2021, Google LLC wajib menyerahkan jaminan bank sebesar 20% dari nilai denda tersebut. ( swisma)