GLOBALMEDAN.COM, MEDAN–Berinvestasi sudah menjadi kebutuhan masyarakat untuk menjaga nilai uang atau asetnya masing-masing. Apalagi, saat ini kalangan milenial kian melek akan pentingnya berinvestasi. Berbagai informasi yang mudah didapatkan secara online membuat investasi semakin mudah untuk dipelajari dan dilakukan.
“Tren investasi pun kini berubah, kalau dulu orang mungkin lebih memilih berinvestasi dalam bentuk tanah, bangunan, emas, atau aset tetap lainnya. Namun saat ini, teknologi membuat orang lebih banyak melirik investasi dalam bentuk portofolio investment atau investasi portofolio,” ungkap Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara, Muhammad Pintor Nasution, Sabtu (22/1/2022).
Menurutnya, investasi dalam bentuk instrumen keuangan semakin diminati investor muda. Salah satunya adalah pilihan berinvestasi di pasar modal melalui BEI dengan perantara perusahaan efek. Salah satu instrumen investasi yang diperjualbelikan di BEI adalah saham. Namun, sebelum memulai invetasi saham, calon investor harus mempelajari karakteristik investasi saham itu sendiri.
Pasalnya berinvestasi berbeda dengan menabung. Ada risiko dibalik potensi return investasi. Seperti jargon yang sering disampaikan para investor, high risk high return, low risk low return.
“Investasi saham termasuk dalam katagori investasi yang memiliki risiko tinggi,^ katanya.
Pintor pun mengajak untuk melihat potensi keuntungan saham terlebih dahulu. Pertama, potensi keuntungan dari capital gain, yaitu keuntungan dari selisih antara harga jual dengan harga beli. Biasanya, makin banyak dana diinvestasikan, makin besar pula potensi capital gain yang bisa diperoleh.
Keuntungan selanjutnya dari investasi saham adalah investor akan memperoleh pembagian dividen, yakni bagian dari laba perusahaan yang dibagikan kepada para investor (pemegang sahamnya) sesuai jumlah saham yang dimiliki atau modal yang diinvestasikan.
Selain memberikan potensi keuntungan besar, investasi saham juga memiliki risiko. Salah satunya adalah potensi kerugian akibat pergerakannya yang cenderung lebih fluktuatif sehingga harga jualnya dapat merosot sewaktu-waktu. Risiko lainnya dari investasi saham adalah ketika perusahaan bangkrut menurut putusan pengadilan sehingga harus dilikuidasi.
“Jika perusahaan dipailitkan, maka pemegang saham biasa akan menjadi prioritas terakhir untuk mendapatkan hasil likuidasi aset perusahaan setelah semua kewajibannya dilunasi,” ujarnya.
Selain itu, risiko lainnya adalah ketika perusahaan mengalami delisting atau dihapus dari bursa saham oleh BEI sehingga investor harus menjual semua sahamnya meskipun harga sahamya sedang turun.
Menurutnya, agar investor bisa meminimalisasi risiko adalah dengan mempelajari kinerja perusahaan dan membeli saham berdasarkan prospek kinerja jangka panjang. Semakin panjang jangka waktu berinvestasi, semakin rendah potensi risiko yang akan diterima.
Selain itu lakukan juga diversifikasi dengan membeli lebih dari satu saham, dan membeli saham di beberapa sektor usaha, sehingga jika salah satu perusahaan atau salah satu sektor mengalami masalah, tidak semua dana investasi tergerus atau berkurang akibat penurunan harga saham.
Karena itu, berinvestasi saham membutuhkan modal yang relatif besar, yang cukup untuk membeli beberapa saham dengan tujuan untuk mengelola risiko. Investor juga harus membeli minimal satu lot saham yang berisi 100 lembar saham per lot.
Selain modal investasi, dibutuhkan pula kemampuan untuk menganalisa perusahaan yang sahamnya hendak dimiliki, juga membutuhkan waktu untuk mengamati pergerakan harga saham.
Pintor juga menyatakan investor yang tidak memiliki modal besar, kemampuan dalam menganalisa saham, serta waktu untuk mengamati fluktuasi harga saham, juga bisa berinvestasi saham.
“Investor yang tidak memiliki salah satu atau ketiga kriteria di atas bisa berinvestasi saham dengan membeli reksa dana saham,” ujarnya.
Ia pun menuturkan perbedaannya. Reksa dana saham adalah sekumpulan dana investasi yang dikelola manajer investasi (MI) berdasarkan kontrak investasi kolektif (KIK), antara MI dan bank kustodian (BK).
MI menjual unit reksa dana dalam nilai yang terjangkau, bisa dengan minimal Rp100.000. Dan nanti dana yang terkumpul dari para investor disimpan di rekening BK atas nama investor.
Dana investasi milik para investor ini akan diinvestasikan oleh MI secara profesional untuk dibelikan saham di BEI.
Sesuai keahliannya dan lisensinya sebagai pengelola dana investasi yang diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), MI akan menyusun portofolio investasi berdasarkan kebijakan investasi masing-masing.
MI akan membuat portofolio investasi dengan memilih saham-saham perusahaan dengan kinerja yang baik, akan menjalankan prinsip diversifikasi, dan akan memantau setiap waktu pergerakan harga saham yang menjadi underlying reksa dana yang dikelolanya. Sehingga investor yang tidak punya dana besar, tidak punya keahlian yang cukup dan waktu untuk mengamati harga saham, bisa membeli reksa dana saham.
Ada banyak reksa dana saham yang dikelola sejumlah MI. Investor bisa memilih reksa dana saham berdasarkan kinerja historis dari masing-masing reksa dana.
Pilih juga berdasarkan track record MI yang mengelola reksa dana. Informasi ini bisa diperoleh di website masing-masing MI atau di bank yang menjadi agen penjual reksa dana.
Sama seperti berinvestasi saham secara langsung, reksa dana bisa dibeli dan dijual kapan saja. Keuntungan reksa dana berdasarkan harga per unit.
Harga reksa dana akan mengalami fluktuasi (naik turun) sesuai pergerakan underlying asset-nya atau saham-saham yang ada di dalam portofolionya. Untuk meminimalkan risiko investasi reksa dana saham, berinvestasilah dalam jangka panjang.
“Namun, berinvestasi saham dengan membeli reksa dana saham akan lebih rendah risikonya untuk investor pemula, dibanding berinvestasi saham secara langsung,” pungkasnya. (swisma)