Dispenda

KPPU Denda Kelompok Usaha Charoen Pokphand Rp10 Miliar

GLOBALMEDAN.COM, MEDAN – PT Sinar Ternak Sejahtera, yang merupakan bagian dari kelompok usaha PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk, terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraan dengan 117 plasmanya.

Berdasarkan itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan menjatuhkan denda Rp10 miliar terhadap kelompok usaha PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk itu.

“Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi mengenakan sanksi maksimal bagi PT Sinar Ternak Sejahtera, yakni berupa denda sebesar Rp10 miliar serta pencabutan izin usaha apabila tidak melakukan perintah perbaikan dalam perjanjian kerja sama kemitraannya,” papar Deswin Nur, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU dalam keterangan tertulis diterima redaksi, Rabu (3/8/2022).

Dikatakannya, keputusan tersebut dibacakan KPPU dalam Sidang Majelis diketuai Majelis Komisi Dinni Melanie dengan Anggota Majelis Komisi Guntur Syahputra Saragih dan Harry Agustanto.

Pembacaan Putusan Perkara Nomor 09/KPPU-K/2020 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Kemitraan Pola Inti Plasma di Sektor Peternakan Ayam terkait Pengembangan dan Modernisasi Kandang oleh PT Sinar Ternak Sejahtera yang dilaksanakan di Kantor Pusat KPPU Jakarta.

Dijelaskannya, perkara ini bermula dari hasil penelitian yang dilakukan KPPU atas pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh PT Sinar Ternak Sejahtera (Terlapor) melalui perjanjian kerja samanya dengan plasma, dimana di dalamnya mengatur tentang program pembangunan dan modernisasi kandang.

Terlapor adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang kemitraan peternakan ayam, dimana Terlapor tidak memproduksi sendiri sapronak berupa DOC (day old chicken), pakan dan obat-obatan, tetapi membelinya dari perusahaan yang terafiliasi atau kelompok usahanya.

Disebutkannya, terlapor sebagian besar dimiliki oleh PT Prospek Karyatama yang memiliki hubungan kepemilikan dengan PT Sarana Farmindo Utama yang notabene merupakan anak usaha PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk.

“Terlapor sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang peternakan ayam merupakan perusahaan inti dalam suatu hubungan kemitraan inti plasma,” ujarnya.

Dalam pelaksanaan, hubungan kemitraan yang dilakukan
oleh Terlapor sebagai inti dan 117 plasmanya tidak berjalan berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan, saling mempercayai, saling memperkuat dan saling mendukung.

Dalam proses pengawasan, KPPU memberikan kesempatan perbaikan melalui tiga Peringatan Tertulis kepada Terlapor. KPPU juga telah memberikan waktu yang cukup kepada Terlapor untuk melaksanakan perintah perbaikan pada tahap Peringatan Tertulis I,
Peringatan Tertulis II, Peringatan Tertulis III termasuk Penambahan Jangka Waktu Peringatan Tertulis III selama 30 hari.

“Namun sampai dengan berakhirnya penambahan jangka waktu Peringatan Tertulis III, Terlapor belum melaksanakan sebagian perintah perbaikan KPPU, sehingga perkara dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan Kemitraan oleh Majelis Komisi,” ungkapnya.

Dari hasil persidangan Majelis Komisi disimpulkan bahwa Terlapor tidak
melaksanakan berbagai perintah perbaikan, antara lain terkait pemisahan perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang dan perjanjian kerja sama kemitraan; pengaturan harga jual beli tanah dan kandang plasma.

Selain itu, juga pengaturan kesepakatan harga sewa menyewa tanah dan kandang plasma; pengaturan jangka waktu dan pelunasan hutang dana modernisasi kandang sebelum jatuh tempo yang harus dipisahkan dari perjanjian kerja sama kemitraan; dan perbaikan lainnya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Majelis Komisi memutuskan bahwa Terlapor
terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008.

Untuk itu, dalam Putusannya Majelis Komisi mengenakan sanksi berupa Perintah kepada Terlapor untuk menghapus bentuk menguasai secara yuridis dalam perjanjian kerja sama kemitraan antara Terlapor dengan Plasma yang terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. (swisma)