10 Oktober 2024 / 02:26 WIB

Pencopotan Kadis PUPR Sumut Sarat Arogansi, Gubsu Diduga Abaikan KASN

MEDAN – Kebijakan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi memberhentikan Bambang Pardede dari jabatan Kepala Dinas PUPR Sumut, menuai sorotan. Pasalnya, pemberhentian itu terkesan mendadak dan dipaksakan. Bahkan, disebut-sebut tidak sesuai regulasi serta sarat nuansa arogansi.

“Kita menduga ada a buse of power. Perlu peranserta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menelusuri, mendalami, dan menelaah pemberhentian Bambang Pardede dari jabatan Kadis PUPR Sumut. Tujuannya agar terbentuk ASN yang professional, berintegritas dan terlindungi dari kesewenang-wenangan kepala daerah,” tutur praktisi hukum Sumatera Utara, Bayu Ananda SH MKn kepada wartawan, Kamis (25/5/2023).

Peran serta KASN, kata Bayu, diharapkan dapat membuka tabir gelap manajemen PNS di lingkungan Pemprovsu. Menurutnya, KASN memiliki kewenangan melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN dengan melakukan penelusuran data informasi terhadap pelaksanaan sistem merit dan kebijakan dalam manajemen ASN pada instansi pemerintah, sesuai Pasal 31 ayat (1) huruf b jo Pasal 31 ayat (2) huruf a UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

“Pemberhentian Bambang Pardede dari jabatan Kadis PUPR Sumut patut diuji, apakah sudah sesuai aturan atau tidak. KASN diharapkan dapat menelusuri hal ini. Saya menduga pemberhentian itu dipaksakan yang terindikasi a buse of power,” tegas Bayu.

Pernyataan Bayu soal a buse of power sangat beralasan. Buktinya, Gubsu melalui surat Nomor: 800.1.3.3/2100/BAPEG/V/2023 tertanggal 16 Mei 2023 memohon rekomendasi pemberhentian Bambang Pardede ke KASN. Sehari setelah itu, Gubsu malah menerbitkan SK Nomor 100.3.3.1/2344/V/2023 tertanggal 17 Mei 2023 tentang pembebasan Bambang Pardede dari jabatan Kadis PUPR Sumut.

“Gubsu tanggal 16 Mei 2023 meminta rekomendasi kepada KASN. Sehari kemudian, tanggal 17 Mei 2023, Gubsu menerbitkan SK pemberhentian tanpa menunggu rekomendasi dari KASN. Fakta ini menguatkan dugaan Gubsu telah melecehkan KASN sebagai lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014. Jelas ada a buse of power,” paparnya.

Informasi beredar, KASN dilaporkan telah membalas surat Gubsu dengan menurunkan tim klarifikasi ke Pemprovsu. Melalui surat Nomor UND-428/JP.02.01/05/2023 tertanggal 22 Mei 2023, KASN meminta Gubsu agar menugaskan Sekda, Kepala BKD, Inspektur dan Bambang Pardede untuk memberikan klarifikasi pada Rabu tanggal 24 Mei 2023 yang dilaksanakan di lingkungan Pemprovsu. Para pejabat tersebut juga diminta membawa seluruh dokumen terkait pemberhentian Bambang Pardede dari JPT Pratama di Pemprovsu.

“Saya berharap Gubsu dapat menghormati KASN. Saya yakin KASN bekerja professional sesuai amanat UU,” sebut Bayu.

Menurut Bayu, mutasi yang bersifat demosi pada JPT Pratama harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 144 PP 11 Tahun 2017 sebagaimana diubah dengan PP No. 17 tahun 2020 tentang Manajemen PNS, dimana terdapat syarat pemberhentian PNS dari JPT dan juga mempertimbangkan pada Bab IV Pasal 12 Kepmendagri No. 16 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Konsultasi Pengangkatan dan Pemberhentian khususnya terkait Pejabat Struktural Eselon II. Soal sanksi administratif, sesuai Pasal 30 PP nomor 9 Tahun 2003 seharusnya sebelum pemberhentian dilakukan tindakan berupa peringatan dan teguran.

Dari paparannya, Bayu menepis sas-sus yang menyebut Gubsu mencopot Bambang Pardede dari jabatan Kadis PUPR Sumut setelah Presiden Jokowi berkunjung meninjau jalan di Labuhanbatu Utara. “Tanggal 16 Mei memohon rekomendasi ke KASN, tanggal 17 Mei menerbitkan SK pemberhentian bersamaan saat Presiden Jokowi berkunjung ke Labura meninjau jalan. Lagi pula, jalan yang ditinjau Presiden Jokowi itu berada di Tanjung Ledong yang merupakan jalan kabupaten, bukan jalan provinsi,” tukasnya.

Sebelumnya, mantan Sekretaris PC HIMMAH Medan Asril Hasibuan menilai pencopotan Bambang Pardede penuh dengan intrik. Dugaan Asril, pencopotan Bambang terkait proyek multi years rancang bangun jalan dan jembatan Sumut tahun 2022 senilai Rp 2,7 triliun yang bermasalah, berbau dugaan korupsi dan suap.

Bambang Pardede dikabarkan dicopot karena ingin menghentikan proyek bermasalah tersebut. Namun keinginannya mendapat perlawanan dari OPD terkait lainnya. “Dugaan saya penyebabnya itu, BP mau menghentikan proyek bermasalah itu,” kata Asril.

BP menurut Asril, kabarnya mendukung putus kontrak proyek Rp 2,7 triliun yang bermasalah itu. Sementara OPD terkait lainnya tidak. Sehingga terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. “BP kalah kuat dengan kelompok OPD terkait lainnya, kalah pembisik dia ke Gubsu, BP pun akhirnya dicopot. Saya rasa ada sesuatu hal terikat dan tak bisa terlepas dari proyek Rp 2,7T. Tuhan lah yang tahu semua itu,” seru Asril.

Asril juga memastikan, bukan Bambang Pardede yang membocorkan surat protes putus kontrak proyek Rp 2,7 triliun dari Dirut PT Waskita Karya (Persero) Tbk, yang beredar ke publik beberapa waktu lalu.

“Feeling saya bukan BP yang membocorkan surat protes putus kontrak itu, tetapi stafnya. Tebak saja siapa orangnya, sepertinya orang itu dekat dengan OPD terkait lainnya, dan juga terlibat dalam proyek bermasalah itu,” tandasnya.

Seperti diketahui, Gubsu mencopot Bambang Pardede dan menunjuk Kabid Pembangunan PUPR Sumut, Marlindo Harahap, sebagai Plt kepala dinas. Marlindo merupakan KPA dalam pelaksanaan proyek Rp 2,7 triliun.

Pengangkatan Marlindo menjadi Kadis PUPR Sumut mengundang tanda tanya besar. Ada apa? Soalnya, Marlindo sebagai KPA proyek Rp 2,7 triliun turut bertanggungjawab atas segala persoalan yang muncul dalam proyek itu. Konon, pengangkatan Marlindo diduga karena mampu ‘memainkan’ proyek bermasalah tersebut.

Proyek rancang bangun jalan dan jembatan Sumut senilai Rp 2,7 triliun kabarnya dikerjakan PT SMJ, PT Waskita Karya dan PT Pijar Utama. Proyek ini tidak berjalan mulus. Soalnya, terjadi gagal bayar kepada sejumlah perusahaan sub kontrak yang mengerjakan proyek itu. Apalagi PT Waskita Karya saat RDP di DPRD Sumut secara terang-terangan mengaku tidak punya dana untuk mengerjakan proyek tersebut.

Beredar kabar bahwa Desember 2022 lalu pengerjaan proyek Rp 2,7 triliun itu sudah selesai sekitar 23 persen, namun diduga dibayarkan 33 persen melalui Bank Sumut. Ada selisih kelebihan bayar yang tidak diketahui juntrungannya. Agar terang benderang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung diminta mengusut proyek tersebut, sekaligus melakukan audit investigasi crime.

Desakan untuk mengusut proyek ini pernah disampaikan Sekretaris Gerindra Sumut Sugiat Santoso, Serumpun Mahasiswa Sumatera Utara – Jakarta (Semmut – Jakarta), Aliansi Mahasiswa Sumatera Utara Jakarta (AMSU Jakarta), Koalisi Mahasiswa Anti Korupsi dan Penindasan (Koman Koran), Masyarakat Garuda Sumatera Utara (Margasu) dan sejumlah LSM antikorupsi lainnya. (Red)